Sukses

Gaduh Ketua KPU Langgar Etik Terkait Pencalonan Gibran

Putusan DKPP yang menyatakan Ketua KPU Hasyim Asy'ari bersama enam komisioner lainnya melanggar kode etik terkait pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024 menuai reaksi dari berbagai pihak. Keputusan ini juga menjadi perdebatan publik jelang pencoblosan yang tinggal sepekan lagi.

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy'ari melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Akibat pelanggaran tersebut, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras dan yang terakhir kepada Hasyim.

“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari," kata Ketua DKPP Heddy Lugito membacakan putusan di Kantor DKPP, Jakarta, Senin (5/2/2024).

DKPP menjelaskan, pelanggaran dilakukan Hasyim terkait pendaftaran Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden (Bacawapres) pada 25 Oktober 2023 lalu.

Hal itu merupakan hasil sidang putusan terhadap empat perkara yang telah disidangkan DKPP, yakni perkara 135-PKE/DPP/XII/2023, 136-PKE/DKPP/XII/2023, 137-PKE/DKPP/XII/2023, dan 141-PKE/DKPP/XII/2023.

Hasyim tidak sendiri, DKPP juga menyatakan enam Komisioner KPU lainnya, yakni Betty Epsilon Idroos, Mochamad Afifuddin, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz melanggar kode etik serupa dan juga dijatuhkan sanksi peringatan keras.

Menurut DKPP, KPU telah menyalahi aturan sebab belum merevisi atau mengubah peraturan terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/202.

Meski belum mengubah peraturan, namun KPU tetap menerima pencalonan Gibran yang pada saat itu sebagai bacawapres untuk Prabowo Subianto.

Sebagai informasi, perkara ini diadukan empat pihak. Mereka adalah Demas Brian Wicaksono (perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023), Iman Munandar B. (perkara nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (perkara nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (perkara nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).

Pengadu menyebut tindakan para anggota KPU membiarkan Gibran Rakabuming Raka mengikuti tahapan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dinilai melanggar prinsip berkepastian hukum.

Sementara itu, Ketua KPU Hasyim Asy’ari menyatakan tidak akan mengomentari putusan DKPP terkait sanksi peringatan keras dan yang terakhir kepada para komisioner akibat melanggar kode etik karena menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden.

"Apapun putusannya ya sebagai pihak teradu kami tidak akan komentar terhadap putusan tersebut," kata Hasyim saat ditemui awak media di Gedung Parlemen Senayan, Senin (5/2/2024).

Hasyim menjelaskan, penolakannya untuk berkomentar karena semua alasan perihal perkara yang diadukan ke DKPP itu sudah disampaikan saat bersidang. Karena itu, dia menyerahkan seluruhnya keputusan pada DKPP.

"Semua komentar catatan argumentasi sudah kami sampaikan pada saat jalan persidangan. Itu kan kewenangan penuh dari majelis di DKPP untuk memutuskan apapun," kata Ketua KPU ini.

Sementara Ketua DKPP Heddy Lugito meluruskan bahwa pelanggaran kode etik Ketua KPU beserta komisioner lainnya tidak memengaruhi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2024.

Menurutnya, vonis yang telah diputuskan DKPP tersebut murni soal kode etik Hasyim cs selaku penyelenggara pemilu. Sehingga tidak ada kaitannya dengan status Gibran yang kini menjadi peserta pemilu.

"Enggak ada kaitannya dengan pencalonan juga. Ini murni soal etik, murni soal etik penyelenggara pemilu," kata Heddy, Senin 5 Februari 2024.

Dia mengatakan, keputusan dari DKPP itu tidak bersifat akumulatif, sehingga perkara pengaduan Ketua KPU itu berbeda dengan perkara pengaduan yang lainnya. Menurutnya, putusan itu tidak membatalkan pencalonan Gibran sebagai cawapres.

"Tidak ada putusan akumulatif di DKPP. Perkaranya beda. Yang dulu yang soal pengaduan lain ya berbeda, itu aja," kata Heddy memungkasi.

Putusan DKPP terhadap para pimpinan KPU ini pun menuai reaksi dari berbagai pihak. Hal ini turut memanaskan suhu politik jelang hari pencoblosan Pemilu 2024 yang tinggal sepekan lagi.

2 dari 6 halaman

Peringatan, KPU Berkali-kali Buat Pelanggaran

Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengaku terkejut atas putusan DKPP yang menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari.

"Saya sudah membaca tadi agak terkejut juga, kita melihat DKPP keputusan yang menyampaikan bahwa dia (KPU) melanggar etika," ujar Ganjar Pranowo saat ditemui di Bekasi, Jawa Barat, Senin (5/2/2024).

Soal hukuman apa yang paling tepat dijatuhi untuk pelanggaran tersebut, Ganjar mengaku belum tahu. Dia menyerahkan hal tersebut kepada pihak yang lebih berwenang.

"Saya belum tahu apa kemudian hukuman yang diberikan soal etika ini. Ya nanti kita tunggu tindaklanjuti dari KPU ya," ujar mantan Gubernur Jawa Tengah ini.

Namun demikian, Ganjar menyayangkan kembali terjadinya pelanggaran etik oleh penyelenggara negara setelah apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kalau MK-nya juga kena, terus kemudian KPU-nya kena etika, apa yang kemudian kita bisa banggakan pada rakyat di proses Pemilu ini?," ucap Ganjar mengakhiri.

Sementara itu, Cawapres nomor urut 3 Mahfud Md mengingatkan KPU RI berhati-hati setelah diputuskan oleh DKPP melanggar kode etik.

"Oleh sebab itu, KPU hati-hati dari sekarang," kata Mahfud dalam acara Tabrak, Prof! di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (5/2/2024).

Mahfud juga mengingatkan bahwa KPU telah berkali-kali melakukan pelanggaran. Bahkan, kata dia, Hasyim Asy'ari telah mendapatkan dua kali peringatan keras.

"Dan supaya ingat, KPU ini sudah berkali-kali melakukan pelanggaran, banyak sekali. Kalau kita beri tahu, hanya diperbaiki gitu, lalu tidak ada perbaikan berikutnya. Ini kesalahan yang berikutnya, dan Saudara Hasyim Asy'ari itu salahnya sudah dua kali peringatan keras," ujarnya.

Hasyim Bisa Diberhentikan

Oleh sebab itu, Mahfud menegaskan, jika KPU atau Hasyim Asy'ari melakukan pelanggaran kembali, maka dia harus diberhentikan.

"Kesalahan atau pelanggaran yang berat didapatkan Hasyim Asy'ari, tetapi kalau terjadi sekali lagi dia harus diberhentikan dari KPU," tuturnya.

Meski begitu, Mahfud mengatakan bahwa keputusan KPU menetapkan Gibran sebagai cawapres tidak menyalahi prosedur.

"Secara hukum, secara umum, prosedural pencalonan Mas Gibran tentu sudah sah. Apapun putusan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu itu tidak akan, secara hukum ya, tidak akan mempengaruhi prosedur yang telah dibentuk," katanya dikutip dari Antara.

Mahfud menjelaskan bahwa putusan DKPP itu hanya untuk mengadili anggota KPU secara pribadi, bukan keputusan yang telah dibuat.

"Kenapa? DKPP itu mengadili pribadi, mengadili pribadi-pribadi anggota KPU. Bukan keputusan KPU-nya, yang produknya itu tidak dimasalahkan. Ini yang pribadi, Hasyim Asy'ari bersalah, yang lain juga bersalah," ucapnya.

3 dari 6 halaman

Catatan Hitam Proses Politik Nasional

Cawapres nomor urut 1, Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin ikut buka suara terkait keputusan DKPP yang menyatakan Ketua KPU Hasyim Asy’ari melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP).

Akibat pelanggaran tersebut, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan dan yang terakhir kepada mantan anggota KPU Provinsi Jawa Tengah itu.

"Pelanggaran kode etik yang diputuskan DKPP menjadi catatan hitam proses politik nasional kita," ujar Cak Imin setelah menemui Rais Aam PCNU Solo, KH Sofwan Fauzi di Pondok Pesantren Darul Karomah, Gandekan, Jebres, Solo, Senin 5 Februari 2024.

Menurut dia, selain catatan hitam terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua KPU, tedapat catatan hitam lainnya, yakni terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.

Alhasil Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberhentikan Anwar Usman dari jabatannya karena terbukti melanggar kode etik dalam putusan batasan usia capres-cawapres.

"Hari ini ada dua catatan hitam. Satu MKMK, kedua DKPP. Ini catatan hitam yang saya kira menjadi keprihatinan nasional. Semoga ada langkah-langkah yang membuat kita sebagai bangsa percaya diri dan bangga bahwa bangsa ini mengedepankan etika," kata Cak Imin.

Sedangkan ketika disinggung terkait putusan DKPP RI yang tidak menggugurkan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres, Cak Imin tidak mempermasalahkannya. Hanya saja ia menekankan yang terpenting dalam hal tersebut adalah etika .

"Ya yang penting etika bukan soal legalnya. Bagi saya etika itu menjadi penting dan harus dijunjung tinggi. Tidak hanya politik, lingkungan hidup, tata pembangunan, prinsip-prinsip pembangunan nasional itu pijakannya etika," kata Cak Imin.

Kemudian terkait putusan DKPP yang dinilai terlambat, Cak Imin pun mengungkapkan seharusnya yang membahas persoalan tersebut mengetahui soal etika. "Kalau membahas etika, yang membahas mestinya juga ngerti etika kan?," katanya memungkasi.

Dorong Bawaaslu Tindak Lanjuti Putusan DKPP

Sementara itu, Juru Bicara (Jubir) Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) Iwan Tarigan mendorong agar Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) dapat menindaklanjuti putusan DKPP terhadap Ketua KPU tersebut.

"Kami sangat menghargai dan menghormati keputusan DKPP yang memutuskan pelanggaran etik terhadap Ketua KPU dan kami dari Timnas AMIN mendukung agar Bawaslu menindaklanjuti hasil keputusan DKPP terhadap Komisioner KPU," kata Iwan dalam keterangannya, Senin (5/2/2024).

Iwan menyebut, keputusan DKPP tersebut menjadi catatan hitam dan buruknya perjalanan demokrasi Indonesia. Ia pun berharap agar hal ini menjadi pelajaran untuk ke depannya agar tidak terulang lagi.

"Patut kami duga bahwa ada skenario-skenario jahat di dalam proses penetapan pasangan Pilpres 2024, sejak mulai skandal di MK yang akhirnya memutuskan ada pelanggaran etik berat kepada Ketua MK dan berlanjut ke KPU," sebutnya.

Menurutnya, hal itu tidak akan terjadi apabila penguasa bisa bersikap secara netral dalam Pemilu 2024.

"Dugaan kami skenario-skenario jahat di MK dan KPU begini harusnya tidak terjadi apabila Presiden Jokowi bersikap negarawan dan netral dan juga menjalankan sumpah jabatan sebagai Presiden Indonesia," ujarnya.

 

4 dari 6 halaman

Picu Perdebatan Publik

Ketua DPR RI Puan Maharani turut merespons putusan DKPP terhadap Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan enam anggotanya terkait pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Dia meminta putusan tersebut ditindaklanjuti sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Tindak lanjuti sesuai aturan yang berlaku," kata Puan saat konferensi pers di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (6/2/2024).

Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan bahwa putusan DKPP tersebut harus dihormati semua pihak. Meski ia tidak memungkiri bahwa keputusan itu menimbulkan perdebatan publik.

"Tentunya kami harapkan kepada semua pihak dapat menghormati apa yang telah diputuskan DKPP tersebut. Karena memang kewenangan DKPP untuk menyimpulkan dan mengambil keputusan terhadap aduan masyarakat terkait kinerja komisioner KPU yang dianggap perlu dikoreksi," kata Guspardi Gaus, Selasa (6/2/2024).

DKPP dalam putusannya telah menjatuhkan sanksi peringatan keras dan terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari, sementara enam komisioner lainnya berupa peringatan keras.

"Putusan DKPP ini mirip dengan MKMK. Putusan DKPP ini juga bakal menuai perdebatan publik," ujarnya.

Legislator asal Sumatera Barat ini pun mengingatkan pengalaman putusan MKMK yang merekomendasikan pencopotan Anwar Usman dari posisi Ketua MK yang meloloskan syarat cawapres.

"Dan biarlah nanti para pakar hukum bicara untuk menyikapi putusan DKPP ini, bagaimana semestinya dari segi konstruksi hukumnya. Kita menunggu masukan dan saran dari para ahli dibidang ini berpandangan dan berpendapat," ucapnya.

Menurut politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini, putusan DKPP tersebut tidak akan mugkin mempengaruhi jadwal dan tahapan Pemilu 2024 yang tengah berlangsung.

"Apalagi hari pencoblosan kan tinggal beberapa hari lagi. Putusan DKPP ini adalah menjatuhkan sanksi etik pada personal komisioner KPU," kata Guspardi menandaskan.

Tak Bisa Dianggap Main-Main

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto turut menanggapi keputusan DKPP yang menyatakan Ketua KPU Hasyim Asy'ari melanggar KEPP terkait pencalonan Gibran.

Menurutnya, legitimasi penetapan paslon nomor urut 2 Prabowo-Gibran sebagai peserta Pilpres 2024 pun menjadi persoalan yang serius.

"Keputusannya tidak bisa dianggap main-main, serius, dan menunjukkan Pemilu ini sejak awal ketika terjadi manipulasi di Mahkamah Konstitusi telah menjadi beban Pemilu ke depan," ujar Hasto di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (5/2/2024).

Politikus asal Yogyakarta ini menilai, pelanggaran kode etik KPU merupakan peringatan keras, bahwa ada penyalahgunaan kewenangan dan prosedur demi kepentingan pihak tertentu.

Terlebih, ini menjadi pertama kalinya ada calon yang secara langsung dan jelas terafiliasi oleh kepala negara, dalam hal ini Gibran sebagai anak sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Dan legitimasi bahwa penetapan pasangan 02 memiliki persoalan yang amat serius," kata Hasto.

Dengan adanya keputusan DKPP, Hasto berharap KPU dan Bawaslu dapat memperbaiki kinerja serta sikap profesional selaku penyelenggara pemilu.

Pasalnya, manipulasi dalam pesta demokrasi akan berdampak kepada generasi bangsa ke depannya. "Implikasinya sangat luas itu bisa tujuh turunan dampaknya," ucap Hasto menandaskan.

5 dari 6 halaman

TKN Yakin Putusan DKPP Tak Ganggu Pencalonan Gibran

Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka angkat bicara soal putusan DKPP yang menyatakan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dan jajaran melanggar kode etik terkait penerimaan pendaftaran dirinya sebagai bakal cawapres.

Putra sulung Presiden Jokowi ini tidak berkomentar banyak. Dia hanya bilang bahwa pihaknya akan menindaklanjuti putusan tersebut.

"Ya nanti kami tindaklanjuti," kata Gibran usai acara pertemuan dengan pimpinan Relawan Prabowo-Gibran di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Senin 5 Februari 2024.

Sementara itu, Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman mengatakan, putusan DKPP tersebut tidak menyebut bahwa pendaftaran Prabowo dan Gibran maju sebagai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 2024 tidak sah.

"Putusan DKPP ini tidak ada kaitannya secara hukum dengan legal standing paslon Prabowo Gibran karena paslon Prabowo Gibran bukanlah terlapor, bukan juga turut terlapor dalam perkara ini. Dan putusan DKPP ini tidak menyebut pendaftaran Prabowo-Gibran menjadi tidak sah," kata Habiburokhman dalam konferensi pers di Media Center TKN, Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Senin (5/2/2024).

Habiburokhman menyebut, di halaman 188 putusan tersebut, DKPP menilai KPU sudah menjalankan tugas konstitusional meloloskan Prabowo-Gibran menjadi kandidat di Pilpres 2024.

Meski begitu, dia menyampaikan bahwa TKN Prabowo-Gibran menghormati keputusan DKPP. Namun, kata dia, keputusan tersebut tidak bersifat final.

"Kami menghormati keputusan DKPP ini sebagai lembaga yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Namun perlu dipahami bahwa keputusan DKPP ini sebagaimana diatur pasal 458 undang-undang pemilu tidak lagi bersifat final namun berdasarkan putusan MK nomor 32/PUU-XIX/2021," jelasnya.

Lebih lanjut, dia menyatakan, terhadap putusan DKPP bisa diajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sehingga, kata dia, putusan DKPP tidak lanjut ke final dan karena merupakan objek dari PTUN.

Lebih jauh, Habiburokhman menuturkan, putusan DKPP mempersoalkan hal teknis pendaftaran. Dia menilai, Ketua KPU Hasyim Asy'ari disanksi karena kesalahan teknis tersebut.

"Komisioner KPU sebagaimana kami pahami saat ini ya sepertinya dikenai sanksi karena adanya dianggap melakukan kesalahan teknis bukan pelanggaran yang substansif," ujar dia.

Intinya berdasarkan konstitusi, kata dia, Prabowo-Gibran tetap terdaftar sebagai pasangan capres-cawapres 2024. Dia kembali menegaskan, bahwa hal tersebut tak melanggar konstitusi.

"Justru kalau tidak diberikan kesempatan itu kemarin Prabowo-Gibran untuk mendaftar, maka bisa saja KPU melanggar hak konstitusi dan bisa saja terkena hukuman yang berat kalau menolak pendaftaran pasangan Prabowo-Gibran," kata Habiburokhman menandaskan.

Juru Bicara TKN Prabowo-Gibran, Emil Elestianto Dardak juga meyakini putusan DKPP kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari soal pelanggaran etik tidak akan mengganggu proses kepemiluan atau menggugurkan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.

“Sebab teradu (Ketua KPU RI) adalah menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam pencalonan peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dan hal itu tindakan yang sesuai dengan konstitusi,” ujar Emil seperti dikutip dari siaran pers, Selasa (5/2/2024).

“Jadi silakan dicermati lebih dalam lagi statement Ketua DKPP,” imbuh dia.

6 dari 6 halaman

Bawaslu Sebut Keputusan DKPP Tak Pengaruhi Pencalonan Gibran

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja memastikan, putusan DKPP yang memvonis Ketua KPU Hasyim Asy'ari melanggar etik tidak mempengaruhi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Pilpres 2024.

"Putusan DKPP itu akan berkaitan dengan pribadi dari penyelenggara pemilu, jadi seharusnya tidak mempengaruhi putusan lembaga ya," kata Bagja dikutip dari merdeka.com, Selasa (6/2/2024).

Menurut Bagja, putusan DKPP terkait pelanggaran etik ketua KPU tidak terkait dengan proses tahapan Pemilu 2024 yang sudah berjalan. Bagja menambahkan, putusan lembaga tidak akan terpengaruh dengan pelanggaran etik yang diarahkan ke Ketua KPU Hasyim Asy'ari.

"Enggak ada, memang tidak ada dan juga terkait dengan profesional penyelenggara. Kami juga pernah di DKPP dan diputus bersalah, tapi prosesnya sudah berjalan dan kemudian misalnya kami mendapat peringatan soal komisioner perempuan ya di penyelenggara pemilu di provinsi Sumatra Utara, kami kena peringatan dan itu tapi kan tidak mengubah komisionernya itu balik lagi seleksiknya tidak demikian cara kerjanya," tutur Bagja.

Meski demikian, Bagja mengungkapkan, hasil putusan DKPP akan dijadikan catatan bagi Bawaslu untuk proses pengawasan ke depannya.

"Bentuk pengawasannya itu adalah memastikan bahwa nanti ada surat, itu yang harus dibuat surat teguran kepada komisioner KPU. Nah kami juga demikian, kami sebagai ketua Bawaslu kemudian menegur Bawaslu provinsi atau kota ataupun Bawaslu RI sebagai ketua lembaga untuk menindaklanjuti putusan DKPP," tambah Bagja.

Hal yang sama juga disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid. Menurut dia, putusan DKPP tidak memiliki implikasi terhadap pencalonan Gibran.

"Setelah DKPP mengeluarkan putusan dalam perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023 Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023 Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023 Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023, dengan menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena melanggar kode etik terkait proses pendaftaran capres-cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres, maka tidak mempunyai implikasi konstitusional serta hukum apapun terhadap pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, eksistensi sebagai 'legal subject' paslon adalah konstitusional serta 'legitimate'," ujar Fahri melalui keterangan tertulis, Senin (5/2/2024).

Dia menjelaskan, dalam membaca Putusan DKPP ini harus dilihat pada dua konteks yang berbeda.

"Konteks pertama yaitu status konstitusional KPU sebagai subjek hukum yang diwajibkan 'legal obligation' untuk melaksanakan perintah pengadilan yaitu Putusan MK Nomor 90/PUU- XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023 sebagaimana mestinya," ucap Fahri.

"Dan yang kedua adalah bahwa dalam melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi 'a quo' tindakan Para Teradu (KPU) dianggap tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu, sehingga berkonsekwensi terjadi pelanggaran etik," sambung dia.

Fahri Bachmid menguraikan bahwa DKPP dalam pertimbangan hukumnya berpendapat bahwa putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah produk hukum yang mengikat bagi KPU selaku pemangku kepentingan.

"Hal ini didasarkan pada ketentuan norma Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditegaskan kembali dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-IX/2011, tanggal 18 Oktober 2012 yang dalam pertimbangan hukum pada halaman 75 dan 76 yang menyatakan:'Terhadap dalil para Pemohon bahwa Pasal 59 ayat (2) UU 8/2011 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut: Bahwa Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan, antara lain, 'Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final ...'," terang dia.

"Ketentuan tersebut jelas bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat umum 'erga omnes' yang langsung dilaksanakan 'self executing' putusan Mahkamah derajatnya sama seperti Undang-Undang yang harus dan wajib dilaksanakan oleh negara, seluruh warga masyarakat, dan pemangku kepentingan yang ada...'," sambung Fahri.

Fahri Bachmid menambahkan bahwa DKPP mengutip pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 sebagaimana terdapat pada halaman 56.

"Putusan yang menyatakan: '... Dengan demikian, oleh karena jabatan kepala daerah baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota saat ini paradigmanya adalah jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, sehingga selengkapnya norma a quo berbunyi berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. sehingga lebih lanjut, ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana dimaksud dalam putusan a quo berlaku mulai pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dan seterusnya...'," papar dia.

Fahri mengatakan bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, KPU selaku subjek hukum tata negara memiliki kewajiban konstitusional untuk melaksanakan Putusan MK sebagaimana mestinya.

Sehingga, lanjut dia, dengan demikian dari aspek hukum tata negara tindakan KPU menindaklanjuti Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam pencalonan peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 adalah tindakan yang sudah sesuai dengan Konstitusi.

"Dalam pertimbangan yuridis Putusan DKPP mengatakan bahwa dalam melaksanakan Putusan MK, tindakan KPU selaku teradu tidak sejalan dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu, artinya KPU seharusnya segera menyusun rancangan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai tindaklanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, tetapi pada hakikatnya itu merupakan ranah etik yang tentunya dapat dinilai secara etik sesuai Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, tutup Fahri Bachmid," jelas Fahri.